Stoner Bersyukur Bagnaia Mendobrak Ketabuan di MotoGP
Casey Stoner mempertanyakan mengapa juara MotoGP menghindari plat #1 pada motornya, dan berterima kasih kepada Francesco Bagnaia yang mematahkan ketabuan tersebut.
Sejak Stoner pada musim 2012, kita tidak pernah melihat lagi seorang juara dunia MotoGP memakai #1 di motornya. Karena jawara setelahnya seperti Marc Marquez Jorge Lorenzo, Joan Mir, sampai Fabio Quartararo memilih untuk tetap memakai nomor balap biasanya.
Itu dipatahkan oleh Bagnaia yang memakai #1 di motornya untuk musim 2023, dan yang pertama sejak Stoner pada tahun 2008 di mana sebuah Ducati memiliki nomor wahid di jajarannya.
Gelar perdana Bagnaia musim lalu adalah yang pertama bagi Ducati sejak 2007 ketika Stoner berada di puncak olahraga ini.
“Saya bangga Anda mengenakan nomor 1,” kata Stoner kepada Bagnaia dalam obrolan tatap muka di Goodwood. “Sepertinya tabu untuk tidak memakai nomor 1. Jika Anda juara dunia maka tunjukkanlah dengan bangga.”
Bagnaia menjawab: “Jika Anda memiliki kemungkinan, itu adalah hal terbaik untuk dilakukan.”
Stoner: “Saya setuju.”
Bagnaia: “Saat pertama kali saya melihat gambar motor saya dengan nomor #1, sungguh luar biasa.”
Stoner: “Itu adalah sesuatu yang Anda impikan.”
Bagnaia merupakan salah satu penggemar muda di Italia ketika pabrikan itu merebut gelar juara MotoGP 2007 melalui Stoner, yang saat itu berusia 21 tahun.
“Saya tumbuh sebagai penggemar Ducati,” kenang Bagnaia. “Saya melihat Ducati menang untuk pertama kalinya bersama Casey. Saya diciptakan untuk Vale, saya adalah penggemar berat Vale, tapi saya sangat senang Ducati memenangkan gelar. Itu adalah kemenangan Casey.”
Namun zaman telah berubah. Stoner mungkin bisa bersaing melawan legenda seperti Valentino Rossi tetapi dia yakin Bagnaia memiliki pekerjaan yang lebih berat hari ini.
“Ini berbeda bagi Pecco dibandingkan bagi saya,” kata Stoner. “Kami tidak terduga, tidak ada yang mengharapkan kami memenangkan kejuaraan.
“Kami sangat beruntung tahun itu. Segalanya berjalan sesuai keinginan kita, sebagian besar waktu.
“Sekarang, semua orang punya peluang untuk menang, dengan hampir semua motor atau pabrikan di kejuaraan.
Hal ini membuat pekerjaan Pecco jauh lebih sulit.
“Bagi saya, Pecco telah melakukan pekerjaan luar biasa di momen sulit di seri MotoGP karena besarnya tekanan, dan banyaknya orang yang mampu menang.”
Bagnaia bangkit dari defisit 91 poin untuk mengungguli juara bertahan Fabio Quartararo meraih gelar 2022 di babak final.
“Di Valencia adalah pertama kalinya saya merasakan beban yang sangat besar di pundak saya,” akunya kini. “Sudah 15 tahun tanpa gelar. Saya merasakannya.”
Stoner berkata: “Semuanya terjadi pada saat itu. Itu harus berjalan dengan benar.”
Bagnaia: “Sangat mudah untuk melakukan kesalahan. Saya tidak bisa maju ke depan dan menjauh, kecepatan saya tidak cukup. Kami membuat strategi untuk memblokir Fabio. Saya melakukan sedikit hal tetapi balapan itu adalah mimpi buruk!”
Bagnaia finis kesembilan, Quartararo keempat, cukup untuk memberikan gelar pertamanya bagi pembalap Italia itu.
Itu adalah momen bersejarah – gelar pertama Ducati sejak 2007, dan yang pertama bagi pebalap Italia sejak Rossi pada 2009.
Stoner mengingat kembali perasaannya yang tertekan pada balapan yang menentukan pada tahun 2007: “Hal yang sama juga terjadi pada saya di Jepang. Set-upnya tidak berjalan baik di kondisi kering, motornya benar-benar kesulitan di sekitar Motegi.
“Kami tidak percaya kami akan memenangkan gelar. Itu adalah balapan terburuk saya musim ini, tetapi kami berhasil memenangkan kejuaraan.”
Bagnaia tersenyum: “Rasanya lebih enak! Di Moto2 saya memenangkan gelar tetapi perasaannya 20%. Di MotoGP, ceritanya berbeda.”
Bagnaia kini unggul tiga poin di puncak klasemen MotoGP, namun momentum sepenuhnya ada di tangan sesama pebalap Ducati, Jorge Martin menuju Mandalika.